project s tiktok

TikTok menghadapi kontroversi terkait Project S

TeknoDrag — TikTok, platform video pendek yang populer di kalangan generasi muda, kini tengah menghadapi kontroversi terkait rencananya untuk meluncurkan layanan e-commerce lintas batas bernama Project S.

Project S merupakan inisiatif dari perusahaan induk TikTok, ByteDance, untuk memanfaatkan data produk yang sedang tren di berbagai negara dan kemudian memproduksi atau mendatangkan produk serupa dari China untuk dijual melalui aplikasi TikTok.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran dari pemerintah dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia, yang merasa terancam oleh persaingan yang tidak sehat dan potensi banjir produk impor dari China.

Apa itu Project S?

Project S adalah proyek rahasia yang dikembangkan oleh ByteDance untuk mengembangkan bisnis e-commerce lintas batas melalui aplikasi TikTok. Project S berbeda dengan TikTok Shop, yang merupakan platform jual beli online yang memungkinkan penjual untuk menampilkan dan menjual produk mereka di TikTok. Project S lebih mirip dengan Amazon Basics, di mana perusahaan secara langsung menjual produk-produknya sendiri.

Sebagai bagian dari Project S, ByteDance akan memperkenalkan sebuah bagian khusus bernama Trendy Beat di dalam aplikasi TikTok, yang akan menampilkan produk-produk pilihan dari ByteDance.

Produk-produk ini dipilih berdasarkan data produk yang sedang viral atau populer di TikTok, baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan demikian, ByteDance dapat mengetahui apa yang diminati oleh pengguna TikTok dan kemudian menyediakan produk serupa dengan harga yang lebih murah atau kualitas yang lebih baik⁴.

Project S pertama kali dilaporkan oleh Financial Times pada bulan Juni 2023, yang mengungkapkan bahwa ByteDance telah melakukan uji coba Project S di Inggris dengan nama Trendy Beat.

Namun, TikTok mengonfirmasi kepada Tech in Asia bahwa Project S masih dalam tahap pengembangan awal dan belum diluncurkan secara resmi. TikTok juga mengatakan bahwa tidak ada rencana untuk meluncurkan layanan e-commerce lintas batas di Indonesia.

Apa dampak Project S bagi UMKM lokal?

Project S dapat memberikan dampak negatif bagi UMKM lokal, terutama dalam hal persaingan harga dan kualitas produk. Produk-produk yang dijual melalui Project S kemungkinan besar berasal dari China atau diproduksi oleh pabrik-pabrik milik ByteDance di China.

Hal ini dapat membuat produk-produk tersebut lebih murah atau berkualitas lebih tinggi daripada produk-produk lokal yang dibuat oleh UMKM. Selain itu, Project S juga dapat mengancam keberlangsungan UMKM lokal karena tidak adanya regulasi yang memadai mengenai e-commerce lintas batas, khususnya di bidang sosial komersial.

Saat ini, produk-produk yang dijual melalui e-commerce lintas batas sebagian besar bebas dari bea dan pajak, karena harga dan volume yang rendah. Hal ini berbeda dengan UMKM lokal yang harus memenuhi berbagai regulasi dan standar untuk produk-produk mereka.

Project S juga dapat mengurangi nilai tambah ekonomi yang diberikan oleh UMKM lokal bagi Indonesia. UMKM lokal merupakan salah satu sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja dan berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Namun, dengan adanya Project S, UMKM lokal dapat kehilangan pangsa pasar dan pendapatan mereka, sementara TikTok dan ByteDance dapat mengambil keuntungan dari data dan transaksi pengguna TikTok di Indonesia tanpa memberikan kontribusi yang sepadan.

Apa tanggapan terhadap Project S?

Project S telah menuai berbagai tanggapan dari pemerintah, asosiasi usaha, dan pengamat. Berikut adalah beberapa tanggapan yang telah dilontarkan terkait Project S:

  • Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan bahwa Project S dapat memberikan tekanan bagi UMKM lokal, karena TikTok diduga mengumpulkan data produk yang populer di suatu negara dan kemudian memproduksi produk serupa dari China. Ia juga menambahkan bahwa TikTok Shop telah mengancam pasar ritel online lokal sejak sebagian besar produk yang dijual oleh penjualnya berasal dari China dan masuk ke Indonesia tanpa melalui proses impor yang sesuai untuk melindungi produk lokal.
  • Ketua Asosiasi Industri UMKM Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinni menyatakan kekhawatiran UMKM lokal terhadap maraknya e-commerce lintas batas, termasuk Project S. Ia menilai bahwa Indonesia belum memiliki regulasi yang cukup mengenai e-commerce lintas batas, terutama di bidang sosial komersial. Ia juga meminta pemerintah untuk memberikan perlindungan dan fasilitasi bagi UMKM lokal agar dapat bersaing secara sehat dan adil dengan e-commerce lintas batas.
  • Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengkritik Project S sebagai bentuk eksploitasi data pengguna TikTok oleh ByteDance. Ia menyarankan agar pemerintah mengatur mekanisme perlindungan data pribadi pengguna TikTok, termasuk data produk yang mereka sukai atau beli. Ia juga mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus pada aspek pajak, tetapi juga pada aspek kesejahteraan dan kemandirian UMKM lokal.
  • Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan bahwa Project S merupakan bentuk inovasi bisnis yang wajar dilakukan oleh TikTok untuk memanfaatkan peluang pasar. Ia menilai bahwa Project S tidak perlu dikhawatirkan selama produk-produk yang dijual melalui layanan tersebut tidak melanggar aturan impor atau hak kekayaan intelektual. Ia juga menyarankan agar UMKM lokal tidak hanya mengandalkan harga murah sebagai daya saing, tetapi juga meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk mereka.
  • CEO TikTok Shou Zi Chew mengumumkan bahwa perusahaan akan berinvestasi miliaran dolar di Asia Tenggara, termasuk sekitar US$12,2 juta selama tiga tahun ke depan untuk memindahkan 120.000 bisnis regional ke online. Ia juga menegaskan bahwa TikTok mendukung pertumbuhan UMKM lokal di Asia Tenggara dengan memberikan akses ke pasar global melalui platformnya. Ia menambahkan bahwa Project S akan membuat TikTok menjadi “one-stop-shop” untuk konversi, penjualan, dan citra merek.